Tuesday, October 3, 2017

Review Film 'Ex Machina'



Pada entri kali ini saya akan membahas sebuah film bertemakan Artificial Intelligence (A.I.) yang telah saya tonton bersama dengan teman sekelas saya pada waktu mata kuliah Interaksi Manusia dan Komputer berlangsung. Film ini memang sengaja dipilih oleh dosen kami untuk dipertontonkan sebagai bahan ajaran karena memang makna yang terkandung pada film ini sangatlah bagus dan dalam.

Sama seperti film sci-fi bertema A.I. lainnya, film ini juga membahas tentang eksistensi kecerdasan buatan dan bagaimana posisi mereka di dunia manusia. Apa yang akan terjadi jika kecerdasan buatan tak hanya bisa meyakinkan kita bahwa mereka sama seperti manusia, tapi menyadari bahwa mereka ADALAH manusia dan punya keinginan bertahan hidup yang sama? Pertanyaan inilah yang menjadi premis utama dari skenario Alex Garland, selaku sutradara & penulis skenario film tersebut.




Diawali dengan Caleb (Domhnall Gleeson) yang merupakan seorang programer dan pegawai kelas bawah di Bluebook, sebuah perusahaan mesin pencari terpopuler di dunia (mirip dengan Google) yang memenangkan kompetisi yang diadakan oleh CEO-nya yang jenius, Nathan (Oscar Isaac). Hadiahnya adalah kesempatan untuk menghabiskan waktu seminggu bersama Nathan di kompleks mewah miliknya di Alaska.

Sesampainya disana, ternyata Caleb bukan diundang untuk liburan, melainkan melakukan "Turing Test", sebuah pengujian yang dilakukan Nathan untuk mengetes A.I. berteknologi tinggi yang baru dibangunnya dalam wujud robot berwajah cantik bernama Ava (Alicia Vikander). Caleb bertugas untuk melakukan kontak verbal dengan Ava dan menguji kesempurnaan Ava sebagai A.I. yang mirip manusia.

Dari situlah, perkenalan awal Caleb dengan Ava bermula. Dari pertemuan awal tersebut, Caleb hanya melontarkan pertanyaan-pertanyaan sederhana terkait siapa sesungguhnya jati diri Ava. Di balik layar, ada Nathan yang mengawasi dan selalu mencatat setiap perkembangan dari Ava. Semakin lama, Caleb semakin akrab dengan Ava. Sebagai ganti dari Caleb yang mencoba mencari tahu siapa dirinya, Ava pun ingin tahu lebih banyak lagi mengenai Caleb. Hingga suatu ketika, Ava membicarakan sesuatu yang bersifat menggoyahkan pemikiran Caleb di tempat tersebut.

Tugas Caleb menguji Ava dengan Turing Test adalah untuk menguji apakah ia memang sedang berinteraksi dengan seorang manusia atau sebuah komputer/mesin. Tapi dalam benak Caleb, ia berfikir mengapa harus mengujinya jika hanya dengan melihat penampakan luarnya saja sudah seperti robot. Berbeda dengan Nathan, ia justru beranggapan bahwa dengan menunjukkan bentuk asli Ava, akankah Caleb masih berfikir ia robot dengan segala kecerdasan yang dimilikinya layaknya manusia.




Sejak awal, Ex Machina sudah memberikan alur yang penuh misteri tersebar, termasuk Nathan yang menurut saya adalah misteri paling utama itu sendiri. Ditambah  set lokasi yang lebih banyak dihabiskan dalam ruangan, membuat atmosfer penuh misteri dan tanda tanya dalam benak para penonton. Mungkinkah ada tujuan lain dari Nathan dengan memanfaatkan Caleb?, pikir saya saat itu. Apalagi, Nathan begitu menjaga kerahasiaannya mengenai pengembangannya pada Ava. Ia hidup dengan anti-sosial. Sikapnya juga terkadang dingin pada Caleb terkait pertanyaan-pertanyaan yang tidak ingin dijawabnya. Di rumah bawah tanah tersebut, Nathan hanya tinggal berdua dengan pembantu wanitanya yang bernama Kyoko (Sonoya Mizuno), yang sangat jarang berbicara, dan lagi-lagi kesan misterius benar-benar ditonjolkan di sini.

Karakter Ava sendiri digambarkan begitu sempurna dengan kemampuannya yang benar-benar mendekati manusia. Mulai dari cara ia bertanya dengan pertanyaan yang mengintimidasi Caleb, hingga bagaimana ia memilih pakaian yang tepat untuk ia pakai. Kemampuannya dalam mengolah segala pengetahuan berasal dari sinkronisasi otaknya dengan Blue Book. Seperti layaknya seorang pria bertemu dengan wanita atau sebaliknya, Caleb dan Ava tidak bisa menghindari perasaan tersebut. Hubungan dekat antara Caleb dan Ava hanya terjadi melalui percakapan-percakapan yang awalnya merupakan bagian dari tes, kemudian berlanjut ke percakapan yang lebih bersifat pribadi. 




Caleb sudah jatuh terlalu dalam pada Ava. Kemudian ia buktikan kesungguhan cintanya itu dalam sebuah secret plan mereka berdua. Dari titik ini, penonton semakin yakin bahwa Caleb sangat mencintai Ava, tapi tidak tahu bagaimana perasaan Ava sendiri terhadap Caleb. Benarkah Ava juga mencintai Caleb, ataukah ia murni pemrograman dari Nathan?

Penonton akan dibuat sangat penasaran hingga film ini mencapai klimaksnya yang benar-benar plot twist dan pastinya membuat kita gregetan!! Yaitu saat Caleb berhasil menjalankan secret plan nya dengan Ava yang akhirnya membebaskan Ava dari karantinanya. Karena merasa kecewa dengan Caleb, Nathan pun menyerang Caleb hingga ia jatuh pingsan untuk beberapa saat. Setelah mencoba untuk membujuk Ava, Nathan tetap tidak berhasil dan malah membuat Ava kesal hingga ia membunuh Nathan dengan bantuan Kyoko (yang ternyata juga salah satu robot A.I. buatan Nathan). Setelah Caleb siuman, ia mencoba berinteraksi dengan Ava untuk membukakan ruangan tempat dirinya terkunci. Namun, Ava malah mengabaikan Caleb dan meninggalkan Caleb terkunci selamanya di properti tersembunyi milik Nathan.

Dari situ kita dapat dengan mudah menyimpulkan makna yang terkandung didalam film ini. Penonton akan mendapatkan pelajaran dari kisahnya Caleb yang termakan dengan kecerdasan buatan manusia terhadap sebuah robot.

Pada akhirnya, Ex Machina adalah drama sci-fi psikologis tentang prasangka, teror, dan empati. Ending film yang mind-blowing mengisyaratkan bahwa ini bukan sekedar pertarungan antara manusia dan A.I. namun juga sedikit menyindir persaingan gender. Tak sekedar mengambil embel-embel "sci-fi" sebagai bahan jualan, namun mengeksplorasi lebih jauh tentang sisi emosional dari tindakan manusia yang ingin menjadi seperti Tuhan, dan robot yang ingin menjadi seperti manusia, serta bagaimana konsekuensinya bagi dunia dan masa depan.


Makna yang dapat saya ambil dari film ini yaitu... Jangan sampai kita dibutakan oleh teknologi. Semakin maraknya perkembangan teknologi di era globalisasi ini membuat kita sebagai manusia menjadi sangat ketergantungan dengan teknologi sehingga banyak orang berlomba-lomba untuk membuat teknologi terkini dan tercanggih, hingga akhirnya lupa pada jati diri kita yang sebenarnya. Interaksi antar sesama manusia akan semakin berkurang karena lebih memilih untuk menghabiskan waktunya untuk berinteraksi dengan teknologi. Sehingga lama-lama teknologi lah yang akan menguasai dunia dan mengalahkan manusia, padahal manusia lah yang pada awalnya menciptakan teknologi itu. Sungguh ironis jika hal seperti itu benar-benar terjadi di beberapa tahun yang akan datang.

Oleh karena itu, jadilah manusia yang cerdas, sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kita memang harus mengikuti perkembangan zaman dan teknologi saat ini, namun kita juga harus selektif dalam memilih. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kehidupan mendatang karena kita salah memilih di kehidupan saat ini. ^^






-V.S-

No comments:

Post a Comment